Berita Dunia Hari Ini Negara Rusia menolak fakta bahwa manuver NATO di Georgia berkontribusi terhadap stabilitas dan mengatakan bahwa mereka benar- benar mempromosikan “tekanan militer” terhadap Moskow. “Kami tidak dapat menerima pernyataan dari Kementerian Pertahanan Georgia bahwa latihan- latihan ini berkontribusi terhadap stabilitas dan keamanan di wilayah Laut Hitam,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zajarova pada hari Jumat dalam sebuah penjelasan singkat. Kunjungi situs website matamatapolitik.com untuk info berita dunia yang sudah di rangkum dalam tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Dalam mengembangkan posisinya, kebijakan Rusia telah menunjukkan bahwa stabilitas dan keamanan hanya dicapai melalui “dialog konstruktif dan bukan helikopter dan tank.” Jadi bisa dikatakan bahwa dalam mengambil langkah untuk stabilitas dalam hubungan kedua Negara maupun hubungan untuk beberapa Negara sekaligus, alangkah baik dan solusi terbaik dengan duduk bersama para pemangku kuasa Negara dalam membicarakan konstruktif kerjasama atau perdamaian untuk kedua belah pihak Negara dan Negara lainya yang ketiga maupun keempat. Karena langkah inilah yang paling baik ketimbang harus beradu pesawat tempur perang maupun tank- tank perangnya.

3000 tentara dari 13 negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan negara-negara terkait, termasuk Georgia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Estonia, Prancis, Lithuania, Polandia, Norwegia, Turki, Ukraina, Azerbaijan, dan Armenia , berpartisipasi dalam latihan bersama Noble Partner 2018 – dalam poligon Vaziani, dekat Tbilisi (ibukota Georgia) – yang dimulai pada hari Rabu dan akan berlangsung 15 hari. Manuver-manuver tersebut, Zajarova mengindikasikan, menunjukkan “proyeksi tekanan militer di Abkhazia, Ossetia Selatan dan Rusia”. Berita terkini perihal politik perang maupun diplomasi Negara- Negara luar negeri bisa anda akses di matamatapolitik.com, juda ada berita nasional Indonesia terkait keadaan politik teraktual dan terkini.

Berita Dunia Hari Ini dari Abkhazia dan Ossetia Selatan, bekas wilayah Georgia, memproklamasikan pemisahan diri mereka dari Tbilisi sesaat sebelum disintegrasi Uni Soviet Sosialis Republik (USSR). Moskow mengakui kemerdekaan dari otonomi Georgia sebelumnya, yang menyebabkan Tbilisi memutuskan hubungan diplomatik dengan Rusia. Juru bicara Rusia, juga, telah memperingatkan konsekuensi dari latihan yang disebutkan di atas seperti “mengarang suasana militeris dan meningkatnya ketegangan” di wilayah tersebut. Rusia mengecam penguatan pasukan NATO dan Amerika Serikat dekat perbatasan baratnya, menyebutnya sebagai “ancaman” terhadap keamanan nasionalnya dan faktor ketidakstabilan di kawasan itu.